LAPORAN PENANGGULANGAN KLB DIFTERI KOTA SAMARINDA KALTIM FEB–MARET 2010

Disusun
oleh :
Asep Abdul Hamid 113212005
Giani Meilan Rosi 113212026
Mely Emilia Sari 113212073
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT NON REG
STIKES A.YANI CIMAHI
2013
BAB I
Pendahuluan
A.
Latar belakang
Berdasarkan informasi dari
UPTD Surveilans Dinas Kesehatan Kota Samarinda pada tanggal 8 Maret 2010 (sdr.
Arum Kusumastuti, SKM, MKes) bahwa di kota Samarinda telah ditemukan penderita
penyakit Difteri sebanyak 4 orang dan kontak 2orang positif sejak awal bulan
Februari 2010 hingga saat ini. Dua penderita dan 2 orang kontak (+) yang saat
ini sedang dirawat di RS AW Syahranie.
Berdasarkan informasi
tersebut, untuk mendukung Dinas Kesehatan Kota Samarinda dalam melakukan
penanggulangan KLB Difteri, diinformasikan kepada BBTKL-PPM banjarbaru untuk
membantu pelaksanaan PE mulai tanggal 15-18 Maret 2010. Tim Gabungan
terdiri dari BBTKL-PPM Banjarbaru, Dinkes Kota Samarinda dan KKP Kelas II
Samarinda
B.
Tujuan
1.Tujuan
Umum
Melakukan
penanggulangan penyakit difteri agar tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat
di Kota Samarinda.
2.
Tujuan Khusus
-
Memastikan telah terjadi KLB Difteri di Kota Samarinda periode Februari 2010
hingga saat ini
-
Menemukan kasus tambahan penyakit Difteri di Kota Samarinda periode 2010 hingga
saat ini.
-
Menentukan factor risiko penularan penyakit Difteri di Kota Samarinda
periode Februari 2010
-
Menentukan sumber penularan penyakit Difteri di Kota Samarinda periode Februari
2010
-
Menentukan penanggulangan KLB Difteri di Kota Samarinda periode Februari 2010
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
Dari
buku Manajemen Pemberantasan Penyakit Menular (MPPM) yang ditulis kembali oleh
dr. I Nyoman Kandun, MPH dijelaskna tentang penyakit difteri sebagai berikut :
Difteri
adalah penyakit menular akut pada tonsil, faring dan hidung, kadang-kadang pada
selaput mukosa dan kulit.Difteri dapat menyerang pada setiap orang yang tidak
mempunyai kekebalan.
B.
Gambaran
Klinis
Difteri
mempunyai gejala klinis:
- Demam
± 38˚C
-
Pseudomembran putih keabu-abuan yang tak mudah lepas dan mudah berdarah
difaring, laring atau tonsil.
- Sakit
waktu menelan
- Leher
membengkak seperti leher sapi (bullneck)
- Sesak
nafas disertai stridor
Kekebalan
diperoleh karena menderita sakit atau mendapatkan imunisasi .Seseorang yang
sembuh dari penyakit difteri tidak selalu mempunyai kekebalan seumur hidup.
Kekebalan
yang tinggi didapat secara aktif dengan imunisasi.
C.
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium diphtheria.
Terdapat 3 tipe Corynebacterium diphtheria, yaitu:
-
Tipe mitis
-
Tipe intermedius
-
Tipe gravis
Terbagi
menjadi beberapa varian.Beberapa varian tidak ganas dapat ditemukan pada
selaput mukosa tenggorokan.
D.
Masa Inkubasi
Masa
inkubasi antara 2 – 5 hari.
Masa
penularan penderita 2-4 minggu sejak masa inkubasi
Masa penularan carrier bisa sampai 6 bulan.
E.
Sumber dan Cara Penularan
Sumber
penularan adalah manusia, baik sebagai penderita nmaupun carrier.
Seseorang
dapat menyebarkan bakteri difteri melalui droplet infection dan difteri
kulit yang mencemari tanah sekitarnya.
Bakteri
difteri menyerang melalui pernafasan.
F.
Pengobatan
Pemberian
Anti Difteri Serum (ADS) 20.000 unit intra muskuler bila membrannya hanya
terbatas pada tonsil saja, tetapi jika membrannya sudah meluas diberikan ADS
80.000 – 100.000 unit.Sebelum pemberian serum dilakukan sensitivity
test.
Antibiotik
pilihan adalah penicillin 50.000 unit/kg BB/hari, diberikan sampai 3 hari
setelah panas turun.Antibiotik alternatif adalah erythromicyn 30-40 mg/kg
BB/hari selama 14 hari.
Tracheotomi dapat
dilakukan dengan indikasi dyspnea, stridor, epigastric dan suprastenal
reactionpada pernafasan.
BAB III
TINJAUAN
KASUS
A.
Epidemiologi
Pada
tahun 1997-2002 terjadi KLB Difteri di jambi, lampung, Bengkulu, Sumatera
Selatan, kalimantan Selatan dan kalimantan Tengah, kalimantan Timur, Sulawesi
Selatan,Sulawesi Utara, Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa
Timur.
Frekuensi
KLB meningkat selama tahun 1999-2003, tetapi rata-rata jumlah kasus dan
kematian semakin menurun.
B.
Kejadian Luar Biasa
Penanggulangan
KLB Difteri ditujukan pada upaya pengobatan penderita untuk mencegah komplikasi
berat serta sekaligus menghilangkan sumber penularan.Imunisasi diberikan untuk
memberikan perlindungan pada kelompok masyarakat rentan.
a. Penyelidikan
Epidemiologi
Penyelidikan
epidemiologi dilakukan terhadap setiap adanya 1 kasus difteri, baik dari rumah
sakit, puskesmas maupun masyarakat.
Tujuan
PE:
-
Menegakkan diagnosis
-
Memastikan terjadinya KLB
-
Menemukan kasus tambahan serta kelompok rentan
Menegakkan
Diagnosa
Kasus
difteri dapat diklasifikasikan dalam kasus probable dan kasus
konfirmasi:
o Kasus
probable adalah kasus yang menunjukkan gejala-gejala demam,
sakit menelan, selaput putih pada tenggorokan (pseudomembrane), sering leher
membengkak dan sesak nafas disertai bunyi (stridor).
o Kasus
konfirmasi adalah kasus probable yang disertai hasil konfirmasi
laboratorium positifCorynebacterium diphtheria atau ada hubungan
epidemiologi dengan kasus konfirmasi yang lain.
‘’ Apabila terdapat satu kasus difteri probable atau kasus
konfirmasi
merupakan suatu kejadian luar biasa’’
Adanya
satu kasus difteri mengharuskan upaya pencarian kasus lain pada kelompok rentan
yang dicurigai, terutama kelompok rentan serumah, tetangga, teman sepermainan,
teman sekolah atau tempat bekerja serta upaya pencarian sumber penularan awal
dan identifikasi kemungkinan adanya carrier.
Disamping
identifikasi kasus baru lainnya, identifikasi cakupan imunisasi pada bayi dan
anak sekolah selama 5 – 10 tahun perlu dilakukan dengan cermat.
PE juga
dapat menggambarkan perkembangan dan penyebaran kasus menurut waktu dan daerah
atau kelompok rentan tertentu dalam grafik dan peta sebaran (area dan spot).
Gambaran epidemiologi kasus sekunder dapat menggambarkan tingkat keganasan
kuman difteri, terutama pada kelompok rentan
b. Penanggulangan
KLB
Penanggulangan KLB meliputi:
- Tatalaksana kasus
- Tatalaksana kontak
- Pemberian imunisasi
Kasus probable dirujuk ke rumah sakit.Terapi : ADS, antibiotik,
tracheotomy (jika diperlukan), Kontak probable dan konfirmasi, mendapat
pengobatan propilaksis dengan erythromycin 30-40 mg/kg BB selama 7-10
hari. Imunisasi dilakukan pada lokasi KLB dan desa-desa sekitarnya yang
memiliki cakupan DPT dan DT kurang dari 80%.Anak kurang dari 7 tahun
mendapatkan imunisasi DT sebanyak 2 dosis dengan selang waktu 1 bulan tanpa
memandang status imunisasi sebelumnya. Anak usia 7-15 tahun mendapatkan
imunisasi.
c. SKD-KLB
-
Melakukan pemantauan perkembangan kasus dan kematian difteri pada daerah lintas
batas dan daerah-daerah yang memiliki hubungan transportasi. Baik anatar
kabupaten/kota, propinsi dan bahkan antar negara.
-
Mengidentifikasi populasi rentan difteri menurut desa selama 3 tahun terakhir
baik berdasarkan imunisasi bayi maupun imunisasi anak sekolah.
-
Memantau perkembangan kasus dan kematian difteri menurut desa dan puskesmas.
C.
Hasil Penyelidikan Epidemiologi
Tim
Gabungan terdiri dari Dinas Kesehatan Kota (2 orang), BBTKL-PPM Banjar Baru (3
orang) dan KKP Samarinda (5 orang) setelah mendapatkan arahan dari Kasubdin P2
Dinas Kesehatan Kota Samarinda, langsung menentukan arah penyelidikan di
lapangan yaitu di RSU dimana masih terdapat 2 penderita dan 2 kontak positif
yang diisolasi diruang melati dan pavilion teratai.
|
Sumber :
data primer
Seluruh
kasus ternyata mengalami gejala Demam tinggi dan adanya pseudomembran putih
abu-abuan, disertai rasa sakit saat menelan.Sedangkan lebih dari 67% kasus juga
mengalami pembengkakan pada leher (bullneck) dan sesak nafas yang dibarengi
dengan adanya stridor.
Dapat
diketahui bahwa kasus Difteri yang terjadi di Samarinda dimulai dari kasus
Andri Hidayat yang mulai merasakan gejala sakit pada tanggal 11 Februari 2010.
Namun sebelum bisa diambil usap tenggorok kasus meninggal dunia pada tanggal 13
Februari 2010 setelah 4 jam dirawat di ICU RSUD AWS Samarinda. Namun diketahui
dari gejala yang ada mengarah pada penyakit Difteri. (statusnya tersangka).
Apabila
dilihat dari tempat tinggal seluruh kasus semuanya berada pada kecamatan yang
berbeda. An. An berdomisili di Kec. Sei Kunjang, An. F berdomisili di
Kec.Samarinda Ulu dan an. AH berdomisili di Kec. Samarinda Seberang.
Kasus
dan kontak di RSU juga diambil sampel apus tenggorok dengan hasil masih tetap
positip hingga hari kesebelas di obati.
Wawancara
di RSUD AWS
Penderita
Difteri 1
Anak An,
perempuan, 5,4 thn (20 Nopember 2004), tinggal di Jl. M Said RT 14
Kelurahan Lok Bahu, Kec. Sei unjang Kota Samarinda, anak kelima dari Bpk J dan
Ibu As.
Penderita
bersekolah di SD 002 Kelurahan Lok Bahu kelas 1, sore hari sepulang dari
sekolah penderita belajar mengaji di TPA Ar-risalah, sepulang sekolah dan
mengaji penderita biasanya bermain disekitar rumah , berenang di sungai,
ke sawah bersama teman atau keluarga, tidak pernah berjalan jauh atau
berkunjung ke luar kota. Satu bulan sebelum sakit penderita pindah mengaji ke
TPA Al Munawarrah Kelurahan Bendang.Dalam waktu satu bulan sebelum sakit tidak
dikunjungi siapapun dirumahnya.
Pada
tanggal 20 Februari 2010 sepulang dari TPA siang penderita minum es sirup
yang dibeli sekitar TPA, malam harinya penderita mulai merasakan demam dan
tidak enak badan. Keesokan harinya demam tidak turun dan disertai sakit
menelan,tidak ada pilek, tidak ada diare/mencret, tidak ada sakit perut, leher
tidak membengkak.
Tanggal
22 Februari 2010 penderita dibawa ke Pustu Lok bahu diberi obat tetapi tetap
tidak ada perbaikan.
Tanggal
2 Maret 2010 penderita di rujuk ke Puskesmas Karang Asam Kec. Sei Kunjang,
disana penderita dilakukan pemeriksaan laboratorium dan didiagnosa sebagai
penderita demam tifoid (widal O (+) 1/160, widal H (+)) dan diberi obat
chloramfenikol 3×250 mg, parasetamol 3×1/2 tablet. Setelah 2 hari minum obat
kondisi juga tidak membaik akhirnya tanggal 5 Maret 2010 penderita dirujuk ke
RS AW Syahranie.Status imunisasi dasar khususnya DPT sudah lengkap menurut
pengakuan orangtua (tidak terdapat bukti KMS) namun DT kelas 1 belum dilakukan
karena pada itu sedang sakit.
Kontak 1
Anak
AG, 6 tahun (14 Oktober 2002), laki-laki, anak ketiga dari Bpk T dan Ibu
SR tinggal sekitar 200 m dari rumah annisa, teman sekelas dengan annisa (kelas
1). Sebelum sakit kontak setiap hari bertemu dengan Annisa, kontak tidak
mengeluh sakit apapun selama ini, riwayat imunisasi menurut penuturan orang tua
lengkap (tidak ditemukan KMS). Dimasukkan ke RS AW Syahranie tanggal 9
maret 2010 setelah dinyatakan positip hasil usap tenggorok metode Neisser yang
dilakukan pada tanggal 5 Maret 2010 dan dianggap sebagai karier penyakit
difteri .
Kontak 2
Anak RH,
9,5 tahun (4 April 2000), Laki-laki, anak ketiga dari 5 bersaudara, satu
sekolah dengan Annisa (kelas 4), tinggal berseberangan rumah dengan Annisa,
sebelum annisa sakit kontak setiap hari bertemu dengannya. Selama ini kontak
juga tidak mengeluh sakit apapun, riwayat imunisasi menurut penuturan orangtua
tidak lengkap. Dimasukkan ke RS AW Syahranie tanggal 9 maret 2010 sama
dengan AG setelah dinyatakan positip hasil usap tenggorok yang dilakukan pada
tanggal 5 Maret 2010.
Penderita
2
Anak F,
laki-laki, 4,5 thn (19 Juni 2005), anak kedua dari 3 bersaudara, tinggal di Jl.
Anggrek Merah No. 72 Kelurahan Gn. Kelua, Kec. Samarinda Ulu, Kota
Samarinda. Tanggal 5 Maret sebelum MRS sepulang dari sekolah TK Az-zahra
penderita mengeluh demam dan sakit tenggorokan/sulit menelan serta terdapat
pembengkakan pada leher. Keesokan harinya keluhan penderita bertambah disertai
sesak nafas dan suara nafas berbunyi (stridor).Tanggal 7 Maret penderita di
bawa ke UGD RS AW Syaranie diberi obat puyer dan disarankan pulang.Kondisi penderita
tidak berkurang walau sudah meminum obat sesuai anjuran.Tanggal 8 Maret keadaan
penderita bertambah sesak, dibawa ke dokter anak dan disarankan dirawat.
Keesokan harinya 9 Maret dilakukan tracheostomi
Wawancara
di Puskesmas Karang Asam dan Desa Lok Bahu serta Tk. Azzahra
Saat
dilakukan Tanya jawab di puskesmas Karang Asam diketahui beberapa hal antara
lain : bahwa pengelolaan vaksin belum tertib, terlihat dari :
-
Cold Chain sudah rusak lebih dari 1 bulan, namun belum diperbaiki
-
Di dalam Cold Chain terdapat 2 vaksin typoid yang dibiarkan
-
Vaksin yang ditaruh di lemari es tidak tertata rapi
-
Vaksin terpakai juga masih di simpan di lemari es
-
Tidak ada pengatur suhu
-
Tidak terdapat pencatatan ukuran suhu
-
Laporan vaksinasi tersedia hingga tahun 2004, namun kurang lengkap.
Penelusuran
di lapangan pada kasus Anissa juga dilakukan pemeriksaan usap tenggorok bagi
kontak penderita (saudara serumah, teman bermain) sejumlah 28 orang.Sedangkan
pada hari berikutnya dilakukan pemeriksaan usap tenggorok pada 48 orang teman
sekolah dari kasus F di TK Azzahra.
D.
PEMBAHASAN
Kota
Samarinda terletak didaerah katulistiwa.Datar dan berbukit antara 10-200 meter
diatas permukaan laut.Dengan luas wilayah 718 KM².Kota Samarinda
berbatasan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara disebelah barat, timur, selatan
dan utara.Kota Samarinda beriklim tropis basah, hujan sepanjang tahun. Suhu
udara antara 24-32C, dengan curah hujan rata-rata 162 mm, dan kelembaban udara rata-rata
82,7%.
Wilayah
administrasi Kota Samarinda terdiri dari 6 Kecamatan dan 53 Kelurahan. Penduduk
Kota Samarinda tercatat sebanyak 588.135 jiwa Daerah pelayanan air bersih di
Kota Samarinda dibagi dua yaitu: Samarinda Ulu – Samarinda Ilir serta Samarinda
Seberang. Kebutuhan air bersih ini dipenuhi oleh PDAM Kota Samarinda dengan air
baku dari Sungai Mahakam melalui 5 buah intake. Kelima intake itu adalah
Gajahmada, Karang Asam, Teluk Lerong, Loa Kulu dan Samarinda Seberang.
Pengelolaan
kesehatan di kota samarinda terdiri dari 1 RSU A. Moeis kota Samarinda, 1 RSUD
AWS Propinsi Kaltim, dengan 4 RS swasta serta 21 puskesmas yg tersebar di
seluruh kota samarinda 3 diantaranya adalah puskesmas dengan rawat inap.
Informasi
kejadian penyakit difteri didapat kan dari RSU pada awal bulan februari setelah
didahului informasi yang sama dari kota Balikpapan khususnya penderita difteri
yang dirawat di Kota Balikpapan.
Dengan
terjadinya penyakit difteri di kota samarinda ini merupakan Kejadian
Luar Biasa karena sudah beberapa tahun terakhir ini tidak pernah
dilaporkan adanya penderita difteri (positip/conform) dan 1 kasus difteri yang
muncul merupakan KLB menurut permenkes 560 tahun 1989 tentang criteria KLB.
Setelah
diketahui positif difteri, seluruh kasus dan kontak telah dilakukan isolasi di
ruangan melati RSUD AWS Samarinda hingga saat ini. Pengobatan tetap
dilakukan ADS 80.000 unit.dengan Antibiotika yang
diberikan Penicilin PROCAIN dosis 2 x 600.000 unit
Kasus An
dan 2 kontaknya yang masih positif terlihat disekitar rumah dan lingkungan
sekolahnya merupakan daerah urban dengan tingkat kepadatan yang masih cukup
lega. Mereka umumnya bersekolah pada pagi hari hingga siang dimana disela-sela
waktu istirahat sekolah digunakan bermain dan jajan didepan sekolah.Penjual
makanan yang ada adalah es sirup, es puter dan gorengan.
Kebiasaan
siang dan sore hari apabila tidak sedang mengaji mereka bermain di sungai dan
halaman sekitar rumah.Selama 1 bulan sebelum sakit baik kasus maupun kontak
tidak pernah bepergian jauh maupun didatangi saudara/tamu dari jauh yang
memungkinkan terjadinya penularan.
Status
imunisasi mereka (kasus dan kontak) hampir 90% menyatakan mendapatkan pelayanan
imunisasi dasar waktu bayi namun hal ini tidak bisa dibuktikan dengan adanya
KMS.Kondisi ini semata-mata hanyalah ingatan orangtua masing-masing.
Pemeriksaan lanjutan laboratorium untuk kontak kasus dimaksud pada sekitar
rumah dan sekolahnya (28 anak) ditemukan ada 1 kontak positif (dengan
pemeriksaan kultur) an. DM umur 10 tahun. Pemeriksaan
ini dilakukan oleh BBTKL PPM Banjarbaru Kalsel.
Kasus
an. Fiqri Ramadhan telah mendapatkan vaksinasi dasar lengkap di dokter praktek
swasta di kota Bontang. Kasus F baru saja pindah kota dari Bontang ke Samarinda
lebih dari 1 bulan sebelum sakit. Dan hasil usap tenggorok (termasuk dengan
kultur) yang dilakukan pada teman sekelas F termasuk guru2 di TK AzZahra (48
orang) menunjukkan hasilnya negative semua.
Usia
kasus dan kontak yang sudah berhasil ditemukan hingga saat ini antara 5 – 10
tahun baik laki-laki maupun wanita. Khususnya pada kasus usia adalah 5 – 6
tahun sedangkan kontaknya adalah 6 -10 tahun. Sedangkan tempat tinggal dan
aktivitas kasus dan kontak adalah 2 lokasi yang berjauhan dan tidak saling
bertemu. Kasus An (5.5th)dengan kontaknya RH (9.5th) dan
AG (6th) berada dalam 1 lingkungan epidemiologis yang sama, yaitu 1
RT dan sekolah SD yang sama. Kasus anisa bermula sakit karena minum es yang
dijual disekitar sekolah (sebagai pencetus). Termasuk kontak yang baru saja
ditemukan positif dari pembiakan kultur an. DM (10th) merupakan
teman main dan 1 sekolah. Tidak kondisi yang menunjukkan adanya penularan dari
kasus an kepada F dan sebaliknya karena lokasi yang sangat jauh, kecuali
kemungkinan yang sangat kecil dari penjaja makanan di sekolah yang mungkin bisa
berkeliling sangat jauh.
Sedangkan
penilaian terhadap rantai dingin yang tersedia di puskesmas Karang Asam sangat
tidak memenuhi standar, karena Cold chain sedang rusak lebih dari 1 bulan,
tidak juga ditemukan alat pengukur suhu di cold chain maupun kulkas pengganti
dan juga tidak ditemukan catatan pengukuran suhu yang merupakan standar
pengelolaan coldchain. Pada kulkas pengganti susunan vaksin sangat tidak
teratur dan terdapat beberapa vaksin yang sudah dibuka dimasukkan kembali ke
kulkas.Pelaksanaan BIAS DT pada anak sekolah ternyata baru saja dilakukan oleh
puskesmas seiring dengan merebaknya kasus difteri di Kota Samarinda.
Pernyataan
dari orang tua kasus bahwa telah divaksinasi dasar termasuk DPT pada saat bayi
namun tidak didukung bukti (KMS) patut dipertanyakan, kemudian dengan didukung
kondisi tempat penyimpanan dan pengelolaan vaksin yang sedemikian rupa. Dan
didukung dengan kondisi kota samarinda yang sering mati lampu dalam waktu lama
(8 jam atau lebih) bukan tidak mungkin kondisi vaksin menjadi tidak poten
sehingga pada akhirnya tidak terjadi kekebalan bagi anak yang divaksin.
Pelaksanaan
BIAS DT pada anak kelas 1 yang ternyata baru saja dilakukan dan cara
penyimpanan vaksin yang kurang memenuhi standar (first in first out, tidak ada
pengukur suhu, tidak ada catatan pengukuran suhu,terdapat vaksin yang sudah
terbuka/terpakai dimasukkan kembali ke kulkas) merupakan indikasi kurang
baiknya manajemen vaksinasi.
Dengan
mengetahui usia kasus dan kontak berkisar antara 5 – 10 tahun artinya perlu
dicermati kondisi pelaksanaan vaksinasi dasar khususnya DPT 1 hingga 3 dan BIAS
kelas 1 Vaksin DT mulai 2001 hingga saat ini.
Penularan
biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke orang
lain yang sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga ditularkan melalui benda
atau makanan yang terkontaminasi.Kondisi yang terjadi di Samarinda bahwa kasus
ada pada 3 kecamatan berbeda pada rentang waktu yang masih bisa dipertimbangkan
dalam satuan masa inkubasi. Kasus dan kontak juga merupakan anak usia pra
sekolah dan sekolah. Sehingga selain penularan melalui percikan ludah yang
sangat mungkin terjadi di Lok Bahu (kasus an. An dan kontak an. AG dan an. RH),
sedangkan untuk menjelaskan penularan yang terjadi pada 3 kecamatan yang
berbeda pada waktu yang bersamaan adalah dengan mencurigai penjual makanan
keliling di sekolah kasus dan kontak untuk sesegera mungkin dilakukan
pemeriksaan usap tenggorok termasuk makanan yang dijajakan
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
1.
telah terjadi KLB Difteri dengan 2 kasus konfirmasi, 1 kasus
tersangka dan 3 kontak positif di Kota Samarinda sejak Februari
hingga saat ini dengan Attack Rate sebesar (jml kasus/jml anak usia
sampai 15 tahun) dan CFR sebesar 14.3%
2.
Ditemukan kontak positif tambahan dari kasus anisa di Lok Bahu
samarinda dari hasil pembiakan kultur oleh BBTKL PPM Banjarbaru
3.
Usia kasus antara 5 – 6 tahun dengan usia kontak 6 – 10 tahun
dengan domisili pada 3 kecamatan yang berbeda di Kota Samarinda
4.
Kemungkinan kasus an. AH juga merupakan penderita Difteri di Kota
Samarinda
5.
Kemungkinan tidak terbentuk kekebalan tubuh pada anak yang
divaksinasi dasar saat bayi atau bahkan ada anak yang tidak tervaksinasi saat
bayi mengingat kondisi managemen cold chain yang tidak baik dan system energy
di kota samarinda yang tidak stabil hingga saat ini.
6.
Penularan terjadi melalui percikan air ludah antara kasus An.
Annisa dengan kontak positif an. AG dan an. RH, sedangkan penularan yang
terjadi antar kasus pada 3 kecamatan yang berbeda masih memerlukan pembuktian
melalui makanan jajanan yang disediakan oleh penjaja makanan keliling di
sekolah.
7.
Telah dilakukan upaya penanggulangan yang terdiri dari
Penyelidikan epidemiologi, ring vaksinasi dan pengobatan serta isolasi
penderita dan kontak serta pengamatan ketat untuk menemukan kasus/kontak baru
maupun menentukan berakhirnya KLB difteri di Kota Samarinda
8.
Penanggulangan ini melibatkan semua unsur kesehatan local dan
regional terdiri dari dinas kota samarinda, dinas propinsi kaltim, RSU AWS dan
Labkesda, BBTKL PPM Banjarbaru serta KKP Samarinda.
B.
SARAN
1. Segera juga
melaksanakan pemeriksaan usap tenggorok bagi kontak an. AH. dan
2. Segera dilakukan
pemeriksaan laboratorium usap tenggorok bagi penjaja makanan keliling yang
berada di sekolah kasus an. An termasuk pemeriksaan makanan yang dijajakan nya.
3. Segera dilakukan
pembenahan pengelolaan vaksin (manajemen coldchain, RR, penyimpanan vaksin) di
puskesmas dan pustu
4. Segera melaksanakan
vaksinasi BIAS bagi puskesmas yang belum melaksanakan
5. Meningkatkan
kepekaan/kecurigaan petugas pelayanan kesehatan terhadap penyakit difteri
melalui pemeriksaan laboratorium.
6. Segera melakukan uji
efektivitas vaksin secara berjenjang dari Dinas Kesehatan Propinsi-Dinkes
Kota-Puskesmas dan Pustu serta di Posyandu
7. Segera melakukan
pengujian untuk titer antibodi pada kelompok umur 5 – 10 tahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar