Senin, 24 Juni 2013

imunisasi polio dan penyakit yang dapat disebabkan oleh virus polio


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Pada awal tahun 2005 ini tepatnya tanggal 13 Maret 2005, dunia dikejutkan dengan laporan kasus polio di Indonesia. Setelah selama satu dasawarsa absen, penyakit yang disebabkan oleh virus ini ditemukan menjangkiti seorang bayi perempuan berusia 18 bulan di Jawa Barat.
Berbagai analisa dilakukan, dan menghasilkan satu benang merah, bahwa virus yang menyebabkan lumpuh layuh tersebut bukan merupakan tipe indogenous, melainkan berasal dari Afrika Barat, pusat wabah Polio yang telah menyebar ke 16 negara berstatus bebas polio.
Polio dapat mengakibatkan kelumpuhan hingga kematian, bahkan dalam hitungan jam. Virus terbawa dalam kotoran manusia. Penyakit menular ini pada umumnya menyerang anak-anak di bawah usia lima tahun. Maka tidak salah jika dikatakan, Polio merupakan ancaman bagi seluruh anak-anak di muka bumi ini. Pada tahun 1988, dunia mencanangkan program pemberantasan polio sedunia, yang lebih dikenal dengan Program Pemberantasan Polio Global. Upaya kesehatan ini telah efektif menyelamatkan 5 juta anak dari kelumpuhan akibat Polio. Pada tahun 2004, hanya terdapat 1266 kasus polio diseluruh dunia, dengan lebih dari 90% terjadi di enam negara.
Setelah ditemukan kasus polio di Jawa Barat pada tahun ini, virus tersebut menyebar dengan cepat melalui sejumlah anak yang belum diimunisasi. Jika tidak segera diatasi, polio dapat merebak ke seluruh penjuru Indonesia bahkan negara tetangga, karena penyakit ini menyerang anak-anak yang berada pada lingkungan dengan cakupan imunisasi rendah. Beruntung, kita memiliki penangkal yang aman , yaitu vaksin polio tetes (oral polio vaccine-OPV).
1
Vaksin ini dapat melindungi anak-anak seumur hidup, bila mereka menerima vaksin tersebut berulang kali. Oleh karena itu Indonesia pernah melaksanakan Pekan Imunisasi Nasional atau PIN, yang merupakan kegiatan pemberian vaksin polio aman tersebut, dengan 2 kali masa putaran.
1.2  Ruang Lingkup
      Ruang lingkup pembahasan yang akan dibahas yaitu mengenai Penyakit yang dapat dicegah oleh imunisasi polio.
1.3  Tujuan Penulisan
1.3.1     Tujuan Umum
Melalui makalah ini diharapkan mampu memahami tentang imunisasi polio dan penyakit yang dapat disebabkan oleh virus polio
1.3.2     Tujuan Khusus
a.  Menjelaskan tentang Etimologi Penyakit Polio
b. Menjelaskan tentang Sejarah Penyakit Polio
c. . Menjelaskan tentang Penyakit Polio dan Jenis - Jenisnya
d. Mengetahui gejala klinis penyakit Polio
e. Menjelaskan Mekanisme Penyebaran  Penyakit Polio
f. Menjelaskan Pencegahan Penyakit Polio
1.4  Metode Penulisan
      Metodologi penulisan merupakan cara untuk memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan atau pemecahan suatu masalah yang pada dasarnya menggunakan metode ilmiah, dalam penyusunan makalah ini kami menggunakan metode studi pustaka melalui referensi-referensi yang ada di perpustakaan kampus maupun internet.



1.5  Sistematika Penulisan
      Suatu penulisan makalah yang baik dan komunikatif dapat ditentukan oleh beberapa faktor dan salah satunya yang sangat penting adalah mengenai sistematika penulisan itu sendiri. Karena dengan penulisan yang sistematis, penguraian suatu masalah dalam pembahasannya akan tercapai pada sasaran yang diharapkan. Sistematika penulisan pada pembahasan makalah ini dibagi menjadi beberapa pokok bahasan, yaitu:
BAB I    : PENDAHULUAN
      Membahas tentang latar belakang, ruang lingkup masalah, tujuan, metode penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB II  : ISI
Berisikan landasan teori yang terdiri dari Etimologi Penyakit Polio, Sejarah Penyakit Polio, Virus Polio,Penyakit Polio,  Jenis – Jenis Polio, Gejala Klinis Penyakit Polio, Mekanisme Penyebaran  Penyakit Polio, Pencegahan Penyakit Polio.
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
Memberikan gambaran akhir dari penarikan kesimpulan dan saran dari inti penulisan makalah ini, yaitu pembahasan tentang berhasil atau tidaknya menjawab permasalahan yang ditimbulkan.







BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Etimologi
Kata Polio sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu πολιομυελίτις, atau bentuknya yang lebih mutakhir πολιομυελίτιδα, dari πολιός "abu-abu" dan μυελός "bercak". Virus Polio termasuk genus enteroviorus, famili Picornavirus. Bentuknya adalah ikosahedral tanpa sampul dengan genome RNA single stranded messenger molecule. Single RNA ini membentuk hampir 30 persen dari virion dan sisanya terdiri dari 4 protein besar (VP1-4) dan satu protein kecil (Vpg). Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai penyakit peradaban. Polio menular melalui kontak antarmanusia. Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi feses.
Polio sudah dikenal sejak zaman pra-sejarah. Lukisan dinding di kuil-kuil Mesir kuno menggambarkan orang-orang sehat dengan kaki layu yang berjalan dengan tongkat. Kaisar Romawi Claudius terserang polio ketika masih kanak-kanak dan menjadi pincang seumur hidupnya.
4
 
Virus polio menyerang tanpa peringatan, merusak sistem saraf menimbulkan kelumpuhan permanen, biasanya pada kaki. Sejumlah besar penderita meninggal karena tidak dapat menggerakkan otot pernapasan. Ketika polio menyerang Amerika selama dasawarsa seusai Perang Dunia II, penyakit itu disebut ‘momok semua orang tua’, karena menjangkiti anak-anak terutama yang berumur di bawah lima tahun. Di sana para orang tua tidak membiarkan anak mereka keluar rumah, gedung-gedung bioskop dikunci, kolam renang, sekolah dan bahkan gereja tutup.
2.3 Virus Polio
Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Penyebab penyakit polio terdiri atas tiga strain yaitu strain 1 (brunhilde) strain 2 (lanzig), dan strain 3 (Leon). Strain 1 adalah yang paling paralitogenik atau yang paling ganas dan sering kali menyebabkan kejadian luar biasa atau wabah. Strain ini sering ditemukan di  Suka Bumi. Sedangkan Strain 2 adalah yang paling jinak.
2.4 Penyakit Polio
Poliomyelitis atau Polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan.
·          Jenis – Jenis Polio
Penyakit Polio terbagi atas tiga jenis yaitu :
a.     Polio non-paralisis
Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh.
b.  Polio paralisis spinal
Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki.
Setelah virus polio menyerang usus, virus ini akan diserap oleh pembulu darah kapiler pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Virus Polio menyerang saraf tulang belakang dan syaraf motorik -- yang mengontrol gerakan fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat -- menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan syaraf motorik. Syaraf motorik tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat.
Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas -- kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia.
c.       Polio bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf motorik yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai syaraf yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka;

saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan;pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim 'perintah bernapas' ke paru-paru. Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat 'tenggelam' dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan 'paru-paru besi' (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian.
Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia penderita. Hingga saat ini, mereka yang bertahan hidup dari polio jenis ini harus hidup dengan paru-paru besi atau alat bantu pernapasan. Polio bulbar dan spinal sering menyerang bersamaan dan merupakan sub kelas dari polio paralisis. Polio paralisis tidak bersifat permanen. Penderita yang sembuh dapat memiliki fungsi tubuh yang mendekati normal.

·         Gejala Klinis Penyakit Polio
Stadium akut --sejak ada gejala klinis hingga dua minggu-- ditandai dengan suhu tubuh meningkat, jarang terjadi lebih dari 10 hari, kadang disertai sakit kepala dan muntah. Kelumpuhan terjadi dalam seminggu permulaan sakit. Kelumpuhan itu terjadi akibat kerusakan sel-sel motor neuron di medula spinalis (tulang belakang) oleh invasi virus.
Kelumpuhan tersebut bersifat asimetris sehingga menimbulkan deformitas (gangguan bentuk tubuh) yang cenderung menetap atau bahkan menjadi lebih berat. Sebagian besar kelumpuhan terjadi pada tungkai (78,6%), sedangkan 41,4% akan mengenai lengan. Kelumpuhan itu berjalan bertahap dan memakan waktu dua hari hingga dua bulan.
Stadium subakut (dua minggu hingga dua bulan) ditandai dengan menghilangnya demam dalam waktu 24 jam atau kadang suhu tidak terlau tinggi. Kadang, itu disertai kekakuan otot dan nyeri otot ringan. Kelumpuhan anggota gerak yang layuh dan biasanya salah satu sisi.
Stadium konvalescent (dua bulan hingga dua tahun) ditandai dengan pulihnya kekuatan otot lemah. Sekitar 50%-70% fungsi otot pulih dalam waktu 6-9 bulan setelah fase akut. Kemudian setelah usia dua tahun, diperkirakan tidak terjadi lagi perbaikan kekuatan otot. Stadium kronik atau dua tahun lebih sejak gejala awal penyakit biasanya menunjukkan kekuatan otot yang mencapai tingkat menetap dan kelumpuhan otot permanen.
·         Mekanisme Penyebaran  Penyakit Polio
Virus ditularkan  dari oral-faring (mulut dan tenggorokan) atau tinja penderita infeksi. Penularan terutama terjadi langsung dari manusia ke manusia melalui fekal-oral (dari tinja ke mulut) atau yang agak jarang melalui oral-oral (dari mulut ke mulut). Fekal-oral berarti minuman atau makanan yang tercemar virus polio yang berasal dari tinja penderita masuk ke mulut manusia sehat lainnya. Sementara itu, oral-oral adalah penyebaran dari air liur penderita yang masuk ke mulut manusia sehat lainnya. Virus polio sangat tahan terhadap alkohol dan lisol, namun peka terhadap formaldehide dan larutan chlor. Suhu tinggi cepat mematikan virus, tetapi pada keadaan beku dapat bertahan bertahun-tahun.
Ketahanan virus di tanah dan air sangat bergantung pada kelembapan suhu dan mikroba lainnya. Virus itu dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan hingga berkilo-kilometer dari sumber penularan. Meski penularan terutama akibat tercemarnya lingkungan oleh virus polio dari penderita yang infeksius, virus itu hidup di lingkungan terbatas. Salah satu inang atau mahluk hidup perantara yang dapat dibuktikan hingga saat ini adalah manusia.
·         Pencegahan Penyakit Polio
      Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis.
Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian.

-          Terdapat 2 macam vaksin polio:
1.      IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan
2.       OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.
Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.



-          Cara pemberian imunisasi polio
       Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu.
Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun). Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 mL) langsung ke mulut anak.

-          Kontra indikasi pemberian vaksin polio:
o   Diare berat
o   Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid)
o    Kehamilan.

-       Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang.

  Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibobi sampai pada tingkat yang tertinggi. Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa tidak perlu dilakukan pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia hendak bepergian ke daerah dimana polio masih banyak ditemukan.

  Kepada orang dewasa yang belum pernah mendapatkan imunisasi polio dan perlu menjalani imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV. Kepada orang yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah pemberian IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV. Sebaiknya diberikan OPV. Kepada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia, kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada orang yang sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau obat imunosupresan lainnya. IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare.
  Jika anak sedang menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi ditunda sampai mereka benar-benar pulih. IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung hanya selama beberapa hari.















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Poliomyelitis atau Polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan. Penyakit Polio terbagi atas tiga jenis yaitu Polio non-paralisis, Polio paralisis spinal, dan Polio bulbar. Gejala Klinis Penyakit Polio ada 3 yaitu Stadium akut, Stadium subakut, Stadium convalescent. Virus Polio ini ditularkan  dari oral-faring (mulut dan tenggorokan) atau tinja penderita infeksi. Penularan terutama terjadi langsung dari manusia ke manusia melalui fekal-oral (dari tinja ke mulut) atau yang agak jarang melalui oral-oral (dari mulut ke mulut). Penyakit Polio tersebut dapat dicegah dengan cara imunisasi.
3.2 Saran
Saran  dari penulisan makalah ini ditujukan kepada para pembaca agar dapat memahami makalah ini dengan baik. Tidak lupa saran dan kritiknya, karena kami sadari dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kekurangan baik disadari ataupun tidak.



12


DAFTAR PUSTAKA

http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pathology/1798488-penyakit-polio/
http://medicastore.com/penyakit/40/Polio.html


Myometritis



BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Infeksi masa nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman – kuman ke dalam alat – alat genital pada waktu persalinan dan nifas. Infeksi nifas umumnya disebabkan oleh bakteri yang dalam keadaan normal berada dalam usus dan jalan lahir. Kelainan ginekologi yang sering ditemukan adalah pendarahan perraginam atau terdapat massa dipelvis. Penyebab terserangnya bervariasi menurut kelompok umur.
Penyakit miometritis adalah peradangan pada myometrium. Apabila tidak diatasi atau diberikan penanganan secara tepat dan benar akan membahayakan bagi sipenderita.
1.2              Ruang Lingkup
Ruang lingkup pembahasan yang akan dibahas yaitu mengenai Myometritis.
1.3              Tujuan Penulisan
1.3.1     Tujuan Umum
Melalui makalah ini diharapkan mampu memahami tentang Myometritis.
1.3.2        Tujuan Khusus
1.      Menjelaskan tentang Pengertian Myometritis
2.      Menjelaskan tentang Gejala Myometritis
3.      Menjelaskan tentang Faktor Predisposisi Myometritis
4.      Menjelaskan tentang Diagnosa Myometritis
5.      Menjelaskan tentang Klasifikasi Myometritis
6.      Menjelaskan tentang Komplikasi Myometritis
7.      Menjelaskan tentang Penatalaksanaan Myometritis

1.4              Metode Penulisan
Metodologi penulisan merupakan cara untuk memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan atau pemecahan suatu masalah yang pada dasarnya menggunakan metode ilmiah, dalam penyusunan makalah ini kami menggunakan metode studi pustaka melalui referensi-referensi yang ada di perpustakaan kampus maupun internet.

1.5              Sistematika Penulisan
Suatu penulisan makalah yang baik dan komunikatif dapat ditentukan oleh beberapa faktor dan salah satunya yang sangat penting adalah mengenai sistematika penulisan itu sendiri. Karena dengan penulisan yang sistematis, penguraian suatu masalah dalam pembahasannya akan tercapai pada sasaran yang diharapkan. Sistematika penulisan pada pembahasan makalah ini dibagi menjadi beberapa pokok bahasan, yaitu:
BAB I    : PENDAHULUAN
Membahas tentang latar belakang, ruang lingkup, tujuan penulisan, metode penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB II  : ISI
8.       Berisikan landasan teori yang terdiri dari Pengertian Myometritis,  Gejala Myometritis, Penatalaksanaan Myometritis, Diagnosa Myometritis, Klasifikasi Myometritis, Komplikasi Myometritis, Faktor Predisposisi Myometritis
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
Memberikan gambaran akhir dari penarikan kesimpulan dan saran dari inti penulisan makalah ini, yaitu pembahasan tentang berhasil atau tidaknya menjawab permasalahan yang ditimbulkan.









BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
a) Myometritis adalah radang myometrium ( kamus Dorland ).
b) Miometrium adalah tunika muskularis uteri. ( kamus Dorland ).
c) Metritis atau miometritis adalah radang miometrium.
2.2 Gejala
· Demam
· Uterus nyeri tekan
· Perdarahan vaginal
· Nyeri perut bawah Lochia berbau, purulen
2.3 Faktor Predisposisi
l  Infeksi abortus dan partus
l  Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim
l  Infeksi post curettage
2.4 Diagnosa
      Diagnosa hanya dapat dibuat secara patolog -  anatomi.
2.5 Klasifikasi
l  Miometritis akuta
Metritis Akuta biasanya terdapat pada abortus septic atau infeksi postpartum. Penyakit ini tidak berdiri sendiri, akan tetapi merupakan bagian dari infeksi yang lebih luas yaitu merupakan lanjutan dari endometritis. Kerokan pada wanita dengan endometrium yang meradang dapat menimbulkan metritis akut.
Pada penyakit ini miometrium menunjukkan reaksi radang berupa pembengkakan dan infiltrasi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat trombofeblitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.

l  Miometrititis kronika
             Metritis Kronika adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat atas dasar menometroragia dengan uterus lebih besar dari biasa, sakit pinggang, dan leukore. Akan tetapi pembesaran uterus pada multipara umumnya disebabkan oleh penambahan jaringan ikat akibat kehamilan, sedang gejala-gejala yang lain mungkin mempunyai sebab lain.
2.6 Komplikasi
Dapat terjadi penyebaran ke jaringan sekitarnya seperti:
         Parametritis (infeksi sekitar rahim)
         Salpingitis (infeksi saluran otot)
         Ooforitis (infeksi indung telur)
         Pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur.
2.7 Penatalaksanaan
l  Perlu dilakukan kuretase untuk diagnosa diferensial dengan karsinoma korpus uteri, polyp atau myoma sub submukosa. Tindakan kuretase bersifat therapeutis.
l  Untuk menemukan diagnosa perlu dibuat pemeriksaan patologi -  anatomi.
Adanya antibiotika dan cemotherapeutica sekarang ini, sangat merubah prognosa infeksi puerperalis dan pengobatan infeksi puerperalis dengan obat-obat tersebut merupakan usaha terpenting.